Postingan

Resep pupuk: Tumbuh ia tanpa jenuh.

Gambar
Apakah ada yang tau seperti apa rasanya disambut? Dibukakan pintu dengan raut sehangat selimut. Di rawat pula disediakan lauk saat perut rasanya tak bisa menahan asam lambung. Dan mungkin itu terjadi di dalam rumah orang lain, bukan di dalam rumah Mawar.  Pot nya terisi tanpa pupuk, bahkan tak jarang ia seringkali kering sebab miskin sautan penyambut. Mawar memang memiliki ayah, namun sosoknya tak pernah pulang. Mawar memiliki ibu, namun sosoknya ditelan oleh batu. Ia hidup dalam kelambu tanpa lampu, dan andai saja ia tak mengenal Pranatha maupun Himeke, hidupnya sudah gulita berlapis nelangsa.  "Harusnya aku minta Kak Pranatha sampai lebih lama, karena aku ga suka di rumah." Ia pergi menyalakan lampu di setiap ruangan. Tak pernah merasa takut karena sendirian namun ia takut tak bisa hidup tanpa orang yang memberinya perhatian. Mawar sungguh haus atensi, ia jelas butuh validasi sebab keluarganya tak pernah ajarkan ia hidup mandiri. Ia hanya terpaksa tumbuh sendiri.  Jikal...

Tumbuh Di Tengah Jalan: Kau Tak Akan Diinjak.

ㅤㅤMengulangi hal yang sama berkali-kali mungkin membuat kita merasa bosan. Namun tak sepenuhnya merasa ingin dapatkan pengganti dengan maksud memperbaiki suasana hati ataupun situasi. Karena seperti cerita yang lalu, begitu menyenangkan saat kita ditemukan. Mawar sebenarnya tidak masalah jika harus hidup di bawah loteng asalkan Pranatha ada sebagai lampu penerang... sebab Mawar takut gelap. Dan bagaimana jika Mawar terbangun di tengah jalan yang hanya tumbuh sebagai bunga berkelopak mekar seorang diri? Di bawah awan siang hari. Mungkin Mawar bisa saja merasa keren karena menjadi satu-satunya yang hidup, tapi, hidup sendiri itu tidak enak. Rasanya Mawar ingin tumbuh di pinggir jalan saja bersama rumput juga daun bayam liar. Bila nanti kehujanan pun kepanasan Mawar tak perlu khawatir sebab merasakan itu semua bersama-sama.  Seperti yang dilakukan kami di pagi hari ini. Senin cerah setelah kemarin kita sudah pergi ke suatu tempat. Tempat yang sangat Mawar suka, lebih-lebih perginya be...

Tenda Anti Badai: Aman selimut tangkai.

ㅤㅤAda beberapa hal yang patut ditunggu agar tidak terlambat pula kelewat. Setiap menit dan detik sampai akhirnya temui jam janji, Mawar sudah berkali-kali bercermin guna pastikan apa yang ia pakai terlihat rapih. Cukup sederhana dengan balutan warna senada, senada dengan milik Pranatha. Semua pasti paham kegiatan saat weekday biasanya selalu dilakukan dengan bersekolah, kerja, atau kegiatan lainnya. Namun, hari ini Mawar dan Pranatha sangat luang untuk menghabiskan waktu bersama. Tepatnya setelah mereka berdua selesai dengan tugasnya masing-masing.  Di samping lapangan kampus dekat halte Mawar menunggu Pranatha datang. Katanya sebentar lagi akan sampai. Hari itu gerimis sedang turun dengan derasnya. Iya, memang sedang gemar sekali basahi bumi akhir-akhir ini, tapi meski begitu lengkung senantiasa ada pada ranum bibir Mawar. Digenggamannya roti panggang sebagai teman sebab pagi tadi ia lupa sarapan. Dari arah selatan bus berenti saat Mawar berhasil habiskan toping strawberry pada ro...

Sedikit lebih baik: Terang karena sinar.

Gambar
"Aku bertemu seseorang."   Hari itu pada pertama kalinya yang Pranatha pikir hanya sebuah pertemuan biasa. Mawar menyambut sapa lebih dulu di depan pintu dengan kerutan paling nyaman, Pranatha terlihat sangat santai sedang Mawar yang sedikit gugup. Namun, saat awal bertemu pun tak ada celah keburukan sebab Mawar pancarkan kebaikan pada saat itu, semoga saja memang benar baik seperti yang Pranatha rasakan dan semoga ia jatuh cinta. "Hallo, mau berteman tidak?" Lontaran pertama dari Mawar, dan akhirnya mereka bisa mengenal lebih lama sampai mereka tak malu untuk sekedar berbagi tawa. Namun diberbagai waktu, Mawar pintar sembunyikan duka, mungkin inilah ahlinya sejak awal, ia lebarkan lekungan manis bibir tiruan jiwa agar Pranatha tak mudah mengira. Meski sebenarnya Pranatha tau dia terluka, menangis di bawah bantal tiap pukul tiga dan kembali bahagia pada pukul lima.  "Kenapa harus simpan sendirian, Nilam?" Tidak ada jawaban untuk kepastian, Mawar pun sebena...

Puisi Tak Berduri, Pranatha Menyelimuti.

Gambar
Penopang kan balik, tak tinggal dibalik awan bersembunyi. Jangan khawatir sebab ia pasti mampir.  

Puisi Tak Berduri, Mawar Berdiri.

Gambar
Dalam nyalang milik Nilam, ia berucap pun mengecap dalam-dalam sedalam rahsa hati.

Tumbuh Dalam Loteng: Jangan Sampai Kita Berakhir Retak.

Apa yang dilakukan para manusia saat awan menari dengan canvas birunya? Apakah semua orang berlarian? Apakah sebagian duduk menatap jalanan? Atau mungkin sedikit dari mereka tak melakukan apapun dan berbincang dengan angan. Kalau diberi pertanyaan seperti itu, mungkin aku akan menjawab yang terakhir. Sebab benar adanya jika aku sedang tak melakukan apapun.  Andai saja aku mempunyai sifat yang tak malu-malu. Bersembunyi pada genteng yang sedia meneduhi ragaku. Saat semua orang pun tak sadar jika ada aku yang senantiasa berdiam diri sendiri. Mengayun kaki lalu tengok kekanan dan kiri. Sungguh, bosen bisa menusuk tangkai ku sekarang. Semoga aku tak patah. "Bagaimana hari ini?" Isi kepalaku tak pernah beralibi, ia selalu jujur namun seringkali kalah dengan ujaran hati. "Ah, pasti sibuk sekali." Ini bukan lagi soal harga diri, mungkin aku akan nekat tuk tak dengar ocehan milik Jura yang menyuruhku tuk berhenti. Tapi, sungguh aku tak bisa. Atau lebih tepatnya aku menolak ...