Tenda Anti Badai: Aman selimut tangkai.

ㅤㅤAda beberapa hal yang patut ditunggu agar tidak terlambat pula kelewat. Setiap menit dan detik sampai akhirnya temui jam janji, Mawar sudah berkali-kali bercermin guna pastikan apa yang ia pakai terlihat rapih. Cukup sederhana dengan balutan warna senada, senada dengan milik Pranatha.
Semua pasti paham kegiatan saat weekday biasanya selalu dilakukan dengan bersekolah, kerja, atau kegiatan lainnya. Namun, hari ini Mawar dan Pranatha sangat luang untuk menghabiskan waktu bersama. Tepatnya setelah mereka berdua selesai dengan tugasnya masing-masing. 

Di samping lapangan kampus dekat halte Mawar menunggu Pranatha datang. Katanya sebentar lagi akan sampai. Hari itu gerimis sedang turun dengan derasnya. Iya, memang sedang gemar sekali basahi bumi akhir-akhir ini, tapi meski begitu lengkung senantiasa ada pada ranum bibir Mawar. Digenggamannya roti panggang sebagai teman sebab pagi tadi ia lupa sarapan.

Dari arah selatan bus berenti saat Mawar berhasil habiskan toping strawberry pada rotinya. Hembusan gas kendaraannya sedikit nyaring telusuri rungu hingga ia sigap berdiri. Mawar menghampiri Pranatha yang baru saja turun dengan sedikit berlari.

"Kakakkk," sapanya nyaring.

Pranatha terlonjak kaget dan hantarkan senyum setelahnya. Mawar pun tertawa sedikit karena melihat ekspresi Pranatha yang lucu saat terkejut. "Kenapa gak nunggu di sana, gerimis nih," serunya sambil membawa Mawar melipir ke sisi jalan.

"Engga ah, ga sabar. Aku mau jemput kakak duluan." Dan selalu, selalu tak heran jika Mawar akan melakukan ini. Sampai fokusnya teralih ke satu sisi, kini tangannya mengusap bibir Mawar, "Kamu buru-buru ya, sampe penuh gula halus gini bibirnya. Abis makan apa sih?"

"Hah?" Korneanya membesar seketika, "Aku... makan roti... hahahah iya roti." Raganya kelagapan karena aksi Pranatha yang tiba-tiba. 

"Hahahaha, yaampun." Rasanya si matahari pun tak kalah gemas reaksinya.

Mereka sudah lama bersama namun tak pernah hilang separuh rasa pun sebab sama-sama gemar menelan kupu-kupu. Apalagi mengais merah jambu yang kadang ditutup malu-malu.

Sampai awan berhenti kelabu, di bawah dua insan kawula muda ini yang tengah mencetak suar merdu sampai berikutnya mulai telusuri jalan pecahkan genangan. Mereka bergandengan tangan seperti ingin membelah jalan disaat lampu merah, lucu sekali.

"Kita ke tempat yang kamu bilang itu kan?" Mawar dengan bawelnya bertanya.

"Iyaaaa."

Hari ini cuaca sangat bersahabat, meski gerimis deras tapi setelahnya sinar terpancar jelas. Sampai matahari pun tak malu memamerkan kilaunya pada sela-sela atap stasiun yang ramai akan banyak orang yang berpergian. Ada banyak khalayak ramai, ada yang seperti Mawar dan Pranatha -kalangan kawula muda-, Ibu-ibu dan anaknya, juga yang berbondong-bondong seperti ingin piknik. 

"Aku seneng, senenggg banget. Terima kasih, ya, Kak."
"Kita belum sampe ke tempat tujuan, loh. Kok udah terima kasih aja?"

Seandainya Pranatha tahu bahwa sejak awal pun Mawar tak henti berterima kasih. Bahkan sejak pertama kali Mawar tahu kalau pria di depannya ini bernama Pranatha. Mawar merasa sungguh hidup setelah dahulu sempat layu. Harap Pranatha merasakan yang sama.

"Terima kasih itu ungkapan rasa syukur loh, Kak." Senyum tercipta tanpa malu, sangat nyata sampai-sampai tak berhenti tercipta. Pranatha mengusak rambut Mawar, lagi, sepertinya itu sudah menjadi kebiasaan Pranatha saat ia merasa gadisnya ini sudah kelewat lucu. (Haha, mian)

Suara pemberitahuan tujuan kereta mengudara di antara telinga. Mereka berdua bergegas berdiri tuk siap-siap menaiki kereta. Bergandengan tangan macam takut kehilangan. Sampai kereta benar-benar berhenti dan menunggu giliran tuk masuk setelah khalayak dari dalam kereta melenggang keluar dengan rata.

Di dalam kereta ternyata tak ada satupun tempat duduk yang tersisa, padahal pukul menunjukkan jam lega. Pranatha khawatir jika Mawar akan capek jika terus berdiri sampai ke pemberhentian selanjutnya. 

"Nilam, kalau capek bilang ya? Biar aku carikan tempat duduk." Namun si gadis menggeleng cepat, "Aku engga capek sama sekali, Kak. Seru banget malah." Pranatha sedikit lega namun tetep khawatir juga. "Justru ga enak kalau aku duduk dalam keadaan ramai gini, sedangkan di samping aku masih ada orang-orang prioritas yang rela berdiri juga. Jadi aku gapapa, asal... sama kakak." 

Untuk sekian kalinya Pranatha mengusak elus rambut Mawar. Dilihat dari pantulan kaca jendela raut wajah Mawar yang pasrah saja, namun sedikit menekuk. Seakan Pranatha tahu kalau Mawar akan bicara "RAPIHIN RAMBUTKU LAGI GA?!!" 

Hingga tak terasa tujuan mereka pun tiba. Pintu terbuka otomatis dengan mereka yang sigap keluar dengan perasaan manis. 

Kereta yang mereka tumpangi hanyalah kendaraan awal untuk temui hal dengan langkah santai. Mereka akan membuat pijak jejak baru diantara rute-rute kereta lainnya dilain waktu. Dan untuk sekarang mereka kan pergi ke tempat yang pertama kali mereka tuju, semoga senang mengikuti mereka selalu.










BERSAMBUNG 





Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tumbuh Di Tengah Jalan: Kau Tak Akan Diinjak.

Resep pupuk: Tumbuh ia tanpa jenuh.