Sedikit lebih baik: Terang karena sinar.
"Aku bertemu seseorang."
Hari itu pada pertama kalinya yang Pranatha pikir hanya sebuah pertemuan biasa. Mawar menyambut sapa lebih dulu di depan pintu dengan kerutan paling nyaman, Pranatha terlihat sangat santai sedang Mawar yang sedikit gugup. Namun, saat awal bertemu pun tak ada celah keburukan sebab Mawar pancarkan kebaikan pada saat itu, semoga saja memang benar baik seperti yang Pranatha rasakan dan semoga ia jatuh cinta.
"Hallo, mau berteman tidak?"
Lontaran pertama dari Mawar, dan akhirnya mereka bisa mengenal lebih lama sampai mereka tak malu untuk sekedar berbagi tawa. Namun diberbagai waktu, Mawar pintar sembunyikan duka, mungkin inilah ahlinya sejak awal, ia lebarkan lekungan manis bibir tiruan jiwa agar Pranatha tak mudah mengira. Meski sebenarnya Pranatha tau dia terluka, menangis di bawah bantal tiap pukul tiga dan kembali bahagia pada pukul lima.
"Kenapa harus simpan sendirian, Nilam?"
Tidak ada jawaban untuk kepastian, Mawar pun sebenarnya tidak tahu mengapa sulit berbagi. Sampai akhirnya ia sudi tumpahkan isi hati.
"Karena aku ga boleh mengeluh saat di rumah, Kak. Bahkan setelah beraktivitas seharian rasanya untuk sekedar bilang capek aja aku gak bisa."
Ia terbiasa diam, ia terbiasa tak didengar, ia mulai karena terbiasa.
"Iya, bilang capek setelah beraktivitas bukan berarti gak bersyukur. Pasti berat banget ya setiap hari harus begini. Semua rasa lelah kamu, kamu gak bisa bilang ke siapa-siapa. Jadi kamu milih diem simpan semua sendiri."
Mawar akan selalu merasa sedu saat ceritanya didengarkan, ia seperti menghirup udara segar saat sebelumnya hanya bisa meraup debu dalam bilik kamar.
"Aku cuma bisa nangis."
Sampai terlalu lama memendam seperti kembang tanpa pot yang akarnya berserakan, kali ini Mawar merasa seperti dilahirkan dengan tempat kecil sebagai hunian, nyaman. Dan jika rumahnya terlalu luas untuk dijadikan tempat cerita, Mawar masih punya Pranatha yang mungkin pass untuk diajak berbicara.
"Aku bertemu seseorang."
Terkadang Mawar menjelma sebagai kembaran malam, sering begadang dengan otak yang banyak pikiran. Tidak tau apa yang dikhawatirkan, sampai akhirnya Pranatha mulai perbincangan.
"Kamu hari ini bagaimana? Ada yang ganggu tidak?"
Mawar menjawab tepat pada pukul sebelas malam sambil habiskan lauk karena Mawar telat makan. Pranatha sibuk mendengarkan keluhan sampai terkadang juga ikut emosian. Mawar yang menangis sedang Pranatha menenangkan hingga tanpa sadar lauk ikan yang ada dipiringnya sudah tinggal tulang.
Di depan teras waktu itu ia coba tahan kesedihan, takut sekali buat Pranatha merasa direpotkan sebab malam itu sudah waktunya beristirahat, tapi, dengan senang hatinya Pranatha datang hanya untuk temui Mawar.
"Aku kebetulan gak bisa tidur."
Hingga esok pagi, lusa ketemu minggu dan berbulan-bulan bersama, mereka menjadi saling melengkapi hal yang dirasa kurang hingga tiba rasa tak ingin ditinggal sendirian. Mereka tanpa sadar saling membutuhkan. Dan berpikir akan tetap pulang meski sering kali merasa bosan. mereka melakukan itu tanpa paksaan. Tumbuh tanpa ikatan namun saling menguatkan.
Dan Mawar selalu bilang bahwa mereka harus senantiasa sehat dan bertahan, meski sekarang atau nanti terjatuh dalam kelam tapi mereka tak perlu takut karena akan saling memeluk erat sampai sakitnya berkurang. Serta Pranatha selalu layangkan ucapan penenang atau sekedar memberi perhatian. Tepatnya pada saat Mawar hampir mulai menangis sesegukan.
"Gak apa-apa nangis biar legaan dikit. Kamu nggak salah hanya karena gak ngerjain tugas kamu walaupun 1x kemarin. Kamu ngerasa sedih boleh, tapi setelahnya harus semangat lagi. Kamu pasti bisa, kan?"
Mawar pun berhenti sesegukan saat sinarnya muncul. Ladang taman yang ia pijaki sekarang sudah benderang setalah yang lalu diterjang badai awan kelabu. Didepannnya, Pranatha selalu memberi kasih lewat tuturnya yang rapih hangatkan hati. Dan jika boleh, Mawar akan selalu minta untuk tetap ditemani, dinasehati, dicintai sepanjang hari. Digenggam sampai tak takut berdiri sendiri seperti saat ada angin yang kencang hampiri dirinya, walaupun kadang terasa sulit, tapi, ini sedikit lebih baik.
. . .
(NP) chapter ini bersangkut-paut oleh puisi sebelumnya.

Komentar
Posting Komentar